Minggu, 10 Juli 2011

Violin: The King of Instruments




“The Violin has been called the King of Instruments and, in the hands of a fine player, it is certainly worth of the name. As a solo instrument, accompanied by the piano, it is well known for its expressive beauty: it leads the string quartet, and it is the most important instrument in the orchestra.” – Palmer, King (Associate of the Royal Academy of Music): Teach Yourself Music

Violin yang memiliki penalaan E-A-D-G termasuk dalam “keluarga instrumen gesek” beserta viola, cello, dan double bass. Violin memiliki ukuran yang paling kecil diantara anggota keluarganya yang lain, namun mampu menghasilkan nada yang paling tinggi. Karya-karya yang dikomposisi untuk violin selalu ditulis dalam G clef (treble clef). Pemain violin populer dengan sebutan violinis.
1. Sejarah Singkat

Violin pertama muncul ke permukaan di Italia bagian utara pada awal abad ke-16. Violin diduga mengadopsi tiga macam instrumen: rebec, yang digunakan sejak abad ke-10 (diadopsi dari rebab [Arab]), Renaissance fiddle , dan lira da braccio. Deskripsi cukup detil dari violin beserta penalaannya diperkenalkan pertama kali oleh Jambe de Fer di Lyons pada tahun 1556. Sejak saat itu, violin mulai dikenal di seantero Eropa.

Violin yang bentuknya dikenal hingga sekarang diciptakan pertama kali oleh Andrea Amati di pertengahan abad ke-16 atas permintaan keluarga Medici . Keluarga tersebut meminta Amati untuk menciptakan instrumen yang mampu dimainkan oleh musisi jalanan, namun berkualitas setara dengan lute , instrumen yang populer di kalangan bangsawan kala itu. Amati, yang pada zamannya dikenal sebagai luthier (pembuat lute) yang mahir, memutuskan untuk menciptakan instrumen yang mampu menghasilkan suara yang lebih indah dari alat musik manapun pada zaman tersebut. Hasilnya, violin menjadi sangat populer. Dari awalnya ditujukan bagi musisi jalanan, menjadi instrumen yang juga diminati kalangan bangsawan. Fakta tersebut diketahui ketika Raja Prancis, Charles IX meminta Amati untuk membuat violin dengan jumlah yang cukup untuk membangun sebuah orkestra.

Busur (bow) modern untuk violin disempurnakan oleh François Tourte (1774-1835). Tourte menyimpulkan bahwa pernambuco adalah bahan terbaik yang bisa memberikan berat, kekuatan dan elastisitas yang ideal bagi busur. Pernambuco sendiri adalah sejenis kayu yang biasa dipakai untuk pewarna dan banyak ditemukan di negara bagian Pernambuco, Brasil. Lewat saran beberapa virtuoso violin seperti Viotti, Kreuzer, dan Rode, Tourte membuat standar panjang busur yang baik bagi violin adalah 74 atau 75 cm, viola 74 cm, dan cello 72-73 cm.


2. Luthier




 Walaupun pada awalnya luthier merupakan sebutan yang terbatas bagi pembuat lute, namun akhirnya pembuat violin juga mendapat sebutan serupa. Dalam sejarah penciptaan violin, terdapat tiga luthier yang secara turun temurun berjaya menciptakan violin yang berkualitas

a. Amati

Keluarga ini adalah luthier dari Italia, yang berkembang di kawasan Cremona dari tahun 1550 hingga 1740. Andrea Amati (1500 - 1577) adalah pembuat violin pertama yang kemudian mewariskan kemampuannya tersebut pada kedua anaknya: Antonio Amati (lahir 1540) dan Girolamo Amati (1561-1630). Amati bersaudara kemudian menciptakan banyak inovasi baru tentang desain violin, termasuk penyempurnaan bentuk soundhole violin yang terkenal. Mereka juga menjadi pionir dalam pembuatan viola yang bersuara alto.

Niccolo Amati (3 September 1596 – 12 Agustus 1684) yang merupakan anak dari Girolamo Amati mengembangkan model yang telah dibuat oleh para pendahulunya, sehingga menghasilkan suara yang lebih kuat. Modelnya ini terkenal dengan sebutan “Grand Amatis”. Murid-murid Nicolo yaitu Antonio Stradivari dan Andrea Guarneri kelak menjadi luthier handal yang terkenal hingga saat ini.

Dinasti Amati tidak bertahan lama setelah meninggalnya anak dari Niccolo, Girolamo Amati, yang dikenal dengan nama Hieronymous II di tahun 1740. Kendati ia juga mewarisi bakat luthier ayahnya, model violin Hieronymous II sudah mampu ditandingi oleh Antonio Stradivari. Meninggalnya Hieronymous II adalah pertanda berakhirnya dominasi keluarga Amati, dan dimulainya Dinasti Stradivarius.

b. Stradivarius



Walaupun model ini ini juga dijalankan secara turun temurun, namun dinasti ini hanya mencatat satu nama dominan, yaitu sang pencetus, Antonio Stradivari (1644-1737). Antonio menciptakan violin yang kemudian dinamai dengan “Stradivarius” (bahasa latin dari Stradivari) dan biasa disingkat dengan “Strad”. Anak dari pasangan Alessandro Stradivari dan Anna Moroni yang lahir di Cremona ini bekerja pada perusahaan Amati di sekitar tahun 1667 hingga 1679.
Di tahun 1680, Antonio mendirikan perusahaannya sendiri di Piazza San Domenico, dan ketenarannya sebagai luthier mulai mencuat. Ia selalu berusaha menunjukkan orisinalitas dan meninggalkan pengaruh model Amati sedikit demi sedikit. Perubahan –atau lebih tepatnya perombakan- yang dilakukan Antonio pada fingerboard, neck, bass bar, urutan pengeleman, bahkan hingga vernis yang lebih indah, menjadikan violin semakin diposisikan sebagai instrumen yang nyaris sempurna. Teknik Stradivarius menjadi dasar pembuatan violin bagi para luthier hingga sekarang.

Violin Stradivarius yang orisinil diciptakan oleh Antonio dapat dikenali dengan tulisan dalam bahasa latin: Antonius Stradivarius Cremonensis Faciebat Anno ….. (artinya: Antonio Stradivari, Cremona, dibuat pada tahun …. ). Stradivarius dengan suara yang paling dahsyat dibuat antara tahun 1698 hingga 1730 ketika Stradivari berada dalam masa produktif (golden age). Setelah tahun 1730, Stradivarius diteruskan oleh generasi berikutnya, yaitu anak dari Antonio, Omobono dan Francesco.

Selain violin, Stradivarius juga memproduksi gitar, harpa, viola dan cello. Dari 1100 instrumen yang pernah diproduksi Strad, 650 diantaranya masih bertahan hingga sekarang. Rekor terbaru penjualan Strad dicatat di tahun 2005 kemarin, “The Lady Tennant” buatan tahun 1699 terjual seharga US$ 2,032,000! Virtuoso violin Itzhak Perlman adalah salah satu pemakai setia Strad (Soil Strad – 1714), selain cellis Yo-Yo Ma yang menggunakan Davidov Strad. Antonio Stradivari meninggal di Cremona, Italia, pada 18 Desember, 1737 dan dimakamkan di Basilica of San Domenico, Cremona.

c. Guarneri

Seperti luthier-luthier hebat lainnya, keluarga Guarneri berasal dari Cremona, Italy pada abad ke-17 dan 18. Andrea Guarneri (1626-1698), generasi pembuat violin pertama dari keluarga ini awalnya bekerja untuk Nicolo Amati dari sejak 1641 hingga 1646. Setelah sempat berhenti, Guarneri kembali bekerja pada Amati dari tahun 1650 hingga 1654. Instrumen buatan Guarneri awalnya banyak meniru model “Grand Amatis” yang mahsyur diciptakan oleh Nicolo Amati, sebelum akhirnya Guarneri menciptakan ciri khasnya tersendiri. Andrea saat itu lebih pintar membuat viola yang baik, salah satunya dipakai oleh William Primrose.

Setelah Andrea meninggal, dua anaknya meneruskan bakat ayahnya. Pietro Giovanni Guarneri (18 Februari 1655 – 26 Maret 1720) yang dikenal dengan Peter of Mantua (Pietro da Mantova) -untuk membedakannya dengan kemenakannya, Pietro Guarneri- bekerja pada bengkel ayahnya dari sekitar 1670 hingga ia menikah di tahun 1677. Peter of Mantua yang juga seorang musisi itu mampu membuat violin yang lebih baik dari ayahnya. Joseph Szigeti adalah salah satu pemain yang memakai violin buatannya.

Anak bungsu Andrea, Giuseppe Giovanni Battista Guarneri (25 November 1666- 1739/1740) mewarisi bisnis ayahnya pada tahun 1698. Ia dikenal mampu membuat violin yang baik, walaupun saat itu itu harus bersaing ketat dengan Stradivarius. Giuseppe kemudian mewariskan bakatnya pada dua anaknya, Pietro Guarneri (14 April 1695 – 7 April 1762) dan Giuseppe Guarneri (21 Agustus 1698 – 17 Oktober 1744). Nama yang terakhir inilah yang kemudian sangat diperhitungkan dalam dunia violin. Giuseppe yang terkenal dengan labelnya yang bertulisnya I.H.S (iota-eta-sigma) dan salib Roma itu, violin buatannya dipakai oleh virtuoso abadi, Niccolò Paganini (Cannone Guarnerius – 1743). Yehudi Menuhin juga memiliki “Lord Wilton” ciptaan Guarneri tahun 1742. Masih banyak virtuoso violin yang memakai instrumen ciptaannya, diantaranya Corey Cerovsek, Arthur Grumiaux, Jascha Heifetz, Leonid Kogan, Isaac Stern dan Henryk Szeryng. Violin Guarneri ini hingga merupakan pesaing ketat Stradivarius hingga saat ini.

Sayangnya, sejak dahulu label-label violin tersebut telah mengalami pembajakan serius. Cukup banyak violin-violin yang menggunakan label dari luthier handal, meski pada kenyataannya tidak ada sangkut pautnya dengan luthier tersebut. Namun saking miripnya violin tiruan tersebut dengan aslinya, dibutuhkan keahlian khusus untuk meneliti orisinalitas sebuah violin yang dilabeli luthier ternama.
3. Virtuoso Violin

Dalam perjalanannya, violin melahirkan segudang virtuoso yang beberapa diantaranya juga merangkap sebagai komponis handal. Raksasa-raksasa tersebut antara lain:

a. Niccolò Paganini



Niccolò Paganini lahir di Genoa, Italia pada 27 Oktober 1782 dan merupakan anak dari pasangan Antonio dan Teresa Paganini. Menurut Peter Lichtenthal, orang yang menulis biografinya, Paganini awalnya mempelajari mandolin dari ayahnya pada umur lima tahun, sebelum akhirnya mempelajari violin ketika umurnya tujuh. Paganini bahkan mulai menulis lagu sebelum usianya delapan dan tampil di konser umum pertama kalinya di umur 12 tahun. Paganini belajar violin pada beberapa guru, diantara Giovanni Servetto dan Alessandro Rolla. Rolla yang diminta untuk mengajar Paganini kala berusia 13 tahun, kemudian menyarankan Paganini untuk berhenti menimba ilmu darinya, karena Paganini terlalu berbakat dan Rolla tidak mampu mengajarkannya apa-apa lagi. Padahal, kala itu Rolla adalah salah satu guru violin yang terkenal.

Di usia 16, Paganini menjadi senang berjudi dan mabuk, namun karirnya selamat oleh seorang wanita tak dikenal, yang kemudian mengajarinya violin selama tiga tahun. Pada saat itu, ia juga mempelajari gitar. Paganini mencuat kembali pada usia 23 tahun, menjadi direktur musik bagi adik dari Napoleon, Elisa Baciocchi, ketika ia tidak sedang melakukan tur. Segera setelah itu, Paganini menjadi legenda violin baru, lewat debutnya di Milan (1813), Vienna (1828), London dan Paris (1831). Paganini adalah salah satu musisi pertama yang tur sebagai solois, tanpa musisi-musisi pendukung. Paganini yang selalu menjadi bintang pada setiap konser, memiliki kemampuan luar biasa untuk membuat audiens terpesona. Kehebatan Paganini lalu dihubungkan rumor “aktivitasnya” dengan iblis (lihat: Misteri Kehebatan Paganini). Violin yang dimiliki Paganini bernama Cannone Guarnerius buatan Giuseppe Guarneri tahun 1743. Nama itu diberikan karena suaranya yang merefleksikan cannon (meriam). Suara dahsyat itu dihasilkan ketika Paganini menggesek tiga hingga empat senar sekaligus.

Paganini menjadi pencetus beberapa teknik baru yang mengagumkan. Diantaranya adalah scordatura, yakni merubah penalaan violin yang berpengaruh pada kemudahan permainan untuk lagu-lagu tertentu. Paganini juga menciptakan teknik left hand pizzicato, yaitu memetik senar violin dengan tangan kiri dimana yang lazim digunakan adalah tangan kanan. Selain itu, teknik-teknik lainnya seperti double stop harmonics dan parallel octaves termasuk keahlian yang dianggap mendekati mustahil bahkan hingga sekarang. Paganini menulis karya-karya untuk violin dengan eksplorasi yang lebih luas dan mengharuskan setiap pemain untuk memiliki teknik diatas rata-rata. Penggunaan kombinasi staccato, harmonics, dan pizzicato (untuk kedua tangan) yang jarang terlihat intensif pada karya-karya untuk violin jaman itu, ditulis oleh Paganini dalam karya-karyanya yang elegan.

Semasa hidupnya, Paganini cukup produktif dalam mengomposisi. Masterpiece yang paling terkenal adalah 24 caprices for solo violin, Op.1. Paganini juga menulis enam komposisi violin concerto, beberapa sonata, karya-karya untuk string quartet, lebih dari 200 komposisi untuk gitar, dan repertoar-repertoar lainnya yang beberapa diantaranya ia tulis bagi violin dan gitar sekaligus. Kesehatannya memburuk ketika ia mengidap kanker larink yang membuatnya tidak bisa berbicara. Namun Paganini tetap bermain violin hingga saat-saat terakhir menjelang kematiannya di Nice pada 27 Mei 1840. Paganini diklaim sebagai virtuoso pertama dalam permainan violin dan menjadi legenda yang dikenang hingga saat ini.

b. Pablo Sarasate


Pablo Martín Melitón de Sarasate y Navascues lahir di Pamplona, proponsi Navarre, Spanyol pada 10 Maret 1844. Sarasate mulai mempelajari violin di usia lima tahun pada ayahnya sendiri yang merupakan bandmaster di kesatuan artileri. Sarasate melakukan performance pertama kali di depan publik La Caruña pada usianya yang ke-8. Tak lama setelah itu, Sarasate mempelajari violin pada Manuel Rodriquez Saez di kota Madrid.

Saat berumur 12 tahun, Sarasate yang telah memiliki banyak penggemar termasuk Ratu Isabel II, dibawa oleh ibunya ke Paris untuk belajar pada Jean Alard di Paris Conservatoire. Namun malang menimpa, ibu Sarasate terkena serangan jantung dan meninggal sebelum sampai di Paris. Bersamaan dengan itu, Sarasate juga didiagnosis menderita kolera. Akhirnya, Sarasate terpaksa mengurungkan niatnya ke Paris hingga dirinya pulih.

Setelah sembuh dari penyakitnya beberapa waktu kemudian, Sarasate bertemu Jean Alard di Paris. Alard yang mencium bakat violinis muda ini, mengikutsertakan Sarasate yang berusia 17 tahun pada kompetisi Premiere Prix, yang langsung dijuarainya dengan mudah. Sejak momen tersebut, Sarasate mulai meniti karirnya sebagai penampil profesional.

Walaupun Sarasate memainkan karya-karya concerto dari Beethoven dan Mendelsohn, namun secara umum ia dikenal sebagai violinis yang sering tampil membawakan karyanya sendiri. Komposisi Sarasate amat kental dengan aroma Spanyol dimana ia mampu mentransfer kultur dansa negerinya dalam karya-karya violin. Pada zaman itu, karya untuk violin dengan gaya Spanyol masih sangat langka. Komposisi-komposisi Sarasate yang mahsyur antara lain Zigeneurweisen yang ia tulis untuk violin dan orkestra pada tahun 1878, dan Carmen Fantasy (1883) yang mengambil tema dari opera Carmen karya George Bizet –juga untuk violin dan orkestra-. George Bernard Shaw pernah berkomentar atas kehebatan Sarasate: “There were many composers of music for the violin, but there were few composers of violin music,” pernyataan yang menyiratkan kelangkaan figur macam Sarasate. Shaw juga menambahkan, kejeniusan Sarasate membuat “para kritikus tertinggal jauh di belakangnya”.

Sarasate memiliki kepribadian yang menarik. Walaupun semasa hidupnya ia menerima ratusan surat cinta dari penggemar wanitanya, tidak ada satupun yang ia balas. Pikirnya, dengan memiliki kekasih atau menikah, Sarasate akan melukai hati fansnya. Prinsip untuk terus melajang ia pegang teguh hingga akhir hayatnya. Sarasate juga adalah seorang kaya raya yang rendah hati. Walaupun ia memiliki vila mewah di Biarritz, namun tiap tahun Sarasate selalu menyempatkan diri pulang ke kampung halamannya untuk mengikuti Fiesta.
Sarasate meninggal di Biarritz pada 20 September 1908 karena penyakit bronchitis yang kronis. Banyak karya-karya dari komposer terkenal didedikasikan untuknya, diantaranya: Violin Concerto No. 2 karya Henryk Wieniawski, Symphonie Espagnole karya Édouard Lalo, Violin Concerto No. 3 dan Introduction and Rondo Capriccioso karya Camille Saint-Saëns serta Scottish Fantasy ciptaan Max Bruch.

c. Yehudi Menuhin



Yehudi Menuhin yang lahir pada 22 April 1916 di New York, AS, adalah putra dari pasangan Russia-Yahudi yang berimigrasi ke Amerika. Dalam usia yang amat belia (7 tahun), Menuhin sudah mampu memainkan Violin Concerto karya Mendelssohn, yang langsung mengantarkannya pada ketenaran. Menuhin menghabiskan masa muda untuk tur keliling dunia memamerkan kemampuan bermusiknya. Hebatnya lagi, semua itu dilakukan sebelum usianya genap 20 tahun. Menuhin memperdalam kemampuan violin di Paris pada George Enesco, violinis dan komposer yang kemudian sangat mempengaruhi gaya permainannya. Saat Perang Dunia II meletus, Menuhin memainkan lebih dari 500 konser bagi pasukan sekutu. Bersama komponis Benjamin Britten, Menuhin juga bermain bagi tawanan-tawanan kamp konsentrasi yang telah dibebaskan oleh Jerman.

Sebagai seorang musisi berdarah Yahudi, Menuhin memiliki keterikatan khusus dengan Jerman. Di tahun 1947, Menuhin “kembali” ke Jerman, dan menjadi musisi Yahudi pertama yang menginjakkan kakinya di tanah Bravaria setelah holocaust. Di Jerman, Menuhin bekerjasama dengan konduktor terkenal di Jerman, Wilhelm Furtwängler. Walaupun Furtwängler adalah seorang pro-Nazi, Menuhin tetap melanjutkan kerjasamanya. Di masa-masa ini, Menuhin harus menjalani kehidupan yang dilematis. Saat bermusik, ia harus menanggalkan identitasnya sebagai Yahudi agar tetap eksis, namun ketika Menuhin masuk pada lingkungan “asal”-nya, ia mesti bersikap antipati pada ras Aria yang pernah membantai bangsanya.
Memasuki tahun 1940an dan 1950an, Menuhin memainkan banyak karya klasik yang agung. Penghargaan terbesarnya datang ketika ia menampilkan karya Sonata for Solo Violin dari Bella Bartók. Bagi Menuhin, Bartok adalah sosok komponis yang mampu menampilkan emosi mendalam serta teknik-teknik yang menantang dalam karyanya. Bagi Bartók, karya tersebut menjadi lebih indah di tangan Menuhin, bahkan lebih indah dari yang ia imajinasikan sebelumnya. Kolaborasi Bartók-Menuhin disebut-sebut sebagai salah satu kekayaan terbesar dunia musik klasik abad ke-20.

Pada tahun 1952, Menuhin berkenalan dengan yogi terkenal, B.K.S. Iyengar yang kemudian diminta ikut tur dengannya untuk mengajari yoga. Menuhin dianggap salah seorang pencetus dimulainya perhatian Barat terhadap Yoga, terutama bagi kalangan musisi. Mulai tahun 1960, Menuhin memperluas keterlibatannya dalam dunia musik. Tahun 1963, ia membuka Sekolah Yehudi Menuhin, sekolah yang ditujukan bagi anak-anak berbakat di bidang musik. Menuhin juga memulai karir sebagai konduktor, yang kelak akan terus dilakoninya hingga wafat. Menuhin menjadi konduktor banyak orkestra besar di dunia, dan tampil di festival-festival musik akbar. Menuhin yang kental dengan klasik sejak kecil, mulai meningkatkan ekspolarinya ke dunia di luar klasik. Kolaborasinya yang terkenal adalah bersama sitaris Ravi Shankar dan violinis jazz Stephane Grapelli pada tahun 1980an.

Dalam 20 tahun terakhir sisa hidupnya, Menuhin sangat aktif dalam permusikan dunia. Ia adalah penampil, konduktor, guru, dan pembicara yang berpengaruh di zamannya. Muridnya yang terkenal diantaranya Nigel Kennedy dan violis Hungaria, Csaba Erdelyi. Di tahun 1985, Menuhin dianugerahi kewarganegaraan Inggris dan berhak atas gelar bangsawan. Lord Menuhin meninggal di Berlin, Jerman pada 12 Maret 1999 akibat komplikasi.

d. Itzhak Perlman



Itzhak Perlman lahir pada 31 Agustus 1945 di Jaffa, Israel. Pada usia empat tahun, Perlman terserang penyakit polio yang menyebabkan ia harus berjalan dengan menggunakan kruk seumur hidupnya. Perlman belajar violin pertama kali di Tel Aviv setelah mendengar suara instrumen tersebut pada sebuah radio. Setelah menamatkan training-nya di akademi musik Tel Aviv, Perlman lalu melanjutkan studinya ke Julliard School di AS. Hampir bersamaan dengan itu, pada tahun 1964, ia memenangkan kejuaraan bergengsi Levetritt Competition, sebuah penghargaan yang mengantarkan Perlman menjadi violinis yang diperhitungkan di dunia.
Sejak itu, Perlman tampil hampir di setiap orkestra besar dan resital serta festival di seluruh dunia. Di tahun 1970an, ia mulai mengisi beberapa rekaman dan menjadi tamu pada beberapa acara televisi favorit di Amerika seperti The Tonight Show dan Sesame Street. Pada bulan November 1987, Perlman bergabung dengan Israel Philharmonic Orchestra untuk mengikuti konser bersejarah di Budapest dan Warsawa, sebagai penampilan pertama dari orkes tersebut di wilayah Blok Timur kala Perang Dingin. Perlman kemudian membuat sejarah lagi, dengan tampil bersama orkes yang sama, ia mengunjungi Uni Soviet pada April/Mei 1990 dan memukau audiens di Moskow dan Leningrad.

Pada bulan Desember tahun 1990, Perlman yang menggunakan violin Soil Strad yang terkenal ini kembali ke Leningrad dalam rangka memperingati 150 tahun Tchaikovsky. Konser yang juga menghadirkan Yo-Yo Ma, Jessye Norman, dan Yuri Temirkanov dalam Leningrad Orchestra tersebut disiarkan langsung ke seluruh Eropa dan dikemas dalam video. Pada Desember 1993, Perlman berangkat ke Praha, Republik Ceko untuk tampil pada konser yang ditujukan bagi Dvorak. Dalam konser tersebut, ia tampil bersama Yo-Yo Ma, Frederica von Stade, Rudolf Firkusny dan Boston Symphony Orchestra yang dipimpin oleh Seiji Ozawa. Sama halnya dengan penampilan di Leningrad, konser tersebut juga disiarkan langsung dan diedarkan dalam bentuk home video.

Perlman dianugerahi empat Emmy Awards untuk berbagai film dokumenter yang salah satunya menceritakan aktivitasnya untuk Perlman Summer Music Program. Penghargaan Emmy lainnya ditujukan atas dedikasinya pada musik Klezmer , yang ditampilkan di stasiun televisi PBS. Berbagai rekaman yang dilakukannya juga menuai sukses, violinis yang selalu tampil dengan posisi duduk ini meraih 15 Grammy Awards. Bersama perusahaan rekaman raksasa Sony Classical, ia pernah melakukan kolaborasi dengan violinis Isaac Stern, gitaris John Williams, konduktor Seiji Ozawa dan Zubin Mehta, serta Juiliard String Quartet.

Perlman juga adalah solois bagi beberapa soundtrack film. Permainan violinnya yang khas dapat didengar dalam theme song Schindler’s List karya John T. Williams. Film yang bercerita tentang holocaust tersebut disutradai oleh Steven Spielberg dan meraih Academy Awards untuk kategori Best Score. Film yang belum lama ini hadir di Indonesia, Memoirs of a Geisha juga menggunakan jasa Perlman dan Yo-Yo Ma untuk lagu temanya.
Perlman telah meraih banyak penghargaan, salah satunya Kennedy Center Honors pada tahun 2003. Perlman yang disebut-sebut sebagai violinis terbaik abad ke-20 tersebut hingga saat ini aktif sebagai solois dan konduktor orkestra-orkestra besar khususnya di AS.


sumber : http://inezlovesjohnmayer.blogspot.com/2010/08/violin-king-of-instruments.html